Metrosulbar.com — Jakarta — BUMN sebagai pilar penting dalam pembangunan nasional tentunya diharapkan dapat berkontribusi besar dalam kemajuan bangsa. Namun sangat disayangkan belakangan ini BUMN-BUMN Indonesia menjadi sorotan karena adanya sejumlah kasus yang menerpa.
Sejumlah persoalan ini tentunya menjadi catatan merah dalam tata kelola BUMN, apa yang terjadi dengan kinerja daripada BUMN-BUMN Indonesia saat ini menunjukkan kegagalan dalam tata kelola serta lemahnya sistem pencegahan korupsi di internal BUMN. BUMN yang seharusnya dapat menjadi salah satu sumber pendapatan negara justru malah membebani keuangan negara.
Seakan tidak berhenti pada sejumlah skandal korupsi yang membelit, BUMN juga sedang dihadapkan pada persoalan merebaknya paham radikalisme di internal BUMN, sejumlah pegawai bahkan sampai pada level direksi di sejumlah BUMN terindikasi kuat telah terpapar paham radikalisme. Persoalan Ini tentunya menjadi alarm bagi pemerintah ditengah upaya masif membumikan kembali ideologi pancasila sebagai ideologi bangsa.
Di lain sisi pemerintah sedang berupaya keras membangun kemandirian ekonomi dari pedesaan. Hal ini tercermin dengan besarnya alokasi dana desa yang diharapkan dapat membangkitkan gairah perekonomian pedesaan serta pembentukan BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) yang diharapkan dapat menjadi lokomotif penggerak ekonomi desa.
Menyikapi hal tersebut Rumah Milenial Indonesia mengadakan seminar tentang BUMN . Hadir sebagai peserta yaitu dari BEM/OKP/ORMAS/Insan Pers dan juga masyarakat umum. Seminar Nasional ini mengangkat tema; ” Bebersih BUMN Dari Korupsi, Benahi BUMDES Menjadi Perusahaan Big Data Centre Desa,” dilaksanakan pada:
Senin, (12/08/2019).
Bertempat Gedung Juang 45 Lantai 3, Menteng, Jakarta Pusat.
Penyelenggara Acara
Sahat M P Sinurat (Pendiri Rumah Milenial Indonesia)
Hadir sebagai Pembicara yaitu:
Saddam Al Jihad (Ketua Umum PB HMI),
Agus Herlambang (Ketua Umum PB PMII),
Corneles Galanjinjinay (Ketua Umum PP GMKI),
Budiman Sudjatmiko (Ketua Umum Inovator 4.0),
Hotasi Nababan (Pemerhati BUMN),
Fadjroel Rachman (Komisaris Utama PT. Adhi Karya),
Irendra Radjawali (Pendiri Infrastruktur 4.0),
KH. Ahmad Ishomuddin (Rais Syuriyah PBNU),
Taufik Madjid (Dirjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kemendes).
Moderator
Hokkop Situngkir dan Endah Nurdiana.
Taufik Madjid Dirjen pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa Kemendes mengatakan, “Dana desa untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa dan untuk meningkatkan sumberdaya manusia. Ada sekitar 74 ribu lebih desa yang menerima dana desa. Dana yang diterima harus dikelola dengan baik sehingga menjadikan desa sebagai basis utama pembangunan. Ada 46 ribu BUMDes tetapi animo anak muda sangat kurang. Dana desa ini bukan sekedar masalah dana yang digelontorkan oleh pemerintah tetapi masalah kewenangan yang besar diberikan untuk desa. Status BUMDes bukan badan hukum tetapi bisa mendirikan usaha berbadan hukum. PT. BUMDes Mitra Nusantara untuk mendistribusikan bantuan pemerintah ke desa-desa. Dana desa bukan untuk kalangan tertentu tetapi untuk seluruh masyarakat desa. Mengenai penggunaannya tergantung kondisi desa dan apa yang dibutuhkan di desa tersebut. Desa yang di pegunungan tentu berbeda kebutuhannya dengan masyarakat pesisir pantai. BUMDes adalah institusi bisnis sosial, dana desa harus transparan sumber dana darimana, dipakai untuk apa, dana yang diterima jumlahnya berapa dan dipergunakan untuk apa. Harus ditulis dipapan transparansi. Saat ini kami masih terus melakukan sosialisasi agar masyarakat benar- benar paham tentang dana desa sehingga tidak mudah dikorupsi oleh oknum aparat,” papar Taufik.
Sementara pemerhati BUMN, Hotasi Nababan yang pernah lama berkarier di salah satu penerbangan nasional juga memaparkan mengenai kendala BUMN yang seringkali mengganti direkturnya setiap pergantian menteri atau presiden sehingga tidak bisa bekerja secara maksimal tidak seperti di China, direktur sebuah perusahaan di sana ada yang menjabat selama lebih kurang 10 tahun sehingga bisa tenang bekerja dan bisa lebih profesional membenahi atau menjalankan perusahaan. Sementara di lain pihak terdapat kurang lebih 8000 trilyun dana yang dikelola BUMN dan BUMN juga telah menggeser kelas menengah yaitu pengusaha swasta karena BUMN menguasai bisnis dari hulu hingga hilir.
“BUMN seharusnya berbagi juga dengan perusahaan swasta agar perekonomian Indonesia lebih stabil. Selama ini terkesan BUMN kurang peduli dengan para pengusaha lokal. Infrastruktur seharusnya untuk memberdayakan kelas menengah bawah jangan diambil oleh BUMN semua.
Bagi-bagilah juga ke Perusahaan lokal atau swasta,” tutur Hotasi.
Kemudian menjawab pertanyaan reporter tentang harga tiket maskapai penerbangan yang akhir-akhir ini nampaknya semakin gila-gilaan, Hotasi mengatakan bahwa itulah akibat tidak adanya ‘persaingan’ sehingga harganya ditentukan oleh Maskapai Besar. (fri).