Siswi SMAN 3 Polewali dengan baju Mandar hasil kreasi mereka. (Foto: Asrianto/ Fms) |
POLEWALI, metrosulbar.COM– SMA Negeri 3 Polewali menggelar kegiatan bazar kewirausahaan dan festival musik akustik tingkat SMA dan sederajat. Kegiatan ini berlangsung mulai Kamis hingga Jumat, tanggal 9-10 November 2017.
Berbagai kegiatan dipamerkan dalam kegiatan ini, diantaranya berbagai jenis makanan hasil kreasi siswa serta kerajinan tangan dari limbah bekas.
Ketua Painita Samsiah, MPd, mengatakan, kegiatan ini merupakan pelaksanaan puncak implemnetasi program kewirausahaan SMA Negeri 3 Polewali sebagai salah satu sekolah dari 204 SMA Se-Indonesia yang diberikan kepercayaan Direktorat Pendidikan Pembinaan SMA Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Bazar untuk kali ini, diklaim sebagai yang terbesar yang pernah dilaksanakan. siswa.
Khusus untuk bazar, 12 kelas dari SMA Negeri 3 Polewali ambil bagian, sementara untuk festival akustik terdapat 11 sekolah, diantaranya SPP Rea Timur, SMAN Matakali, SMA YPP Wonomulyo, SMAN 2 Polewali, SMAN 1 Polewali, SMK DDI Polman dan beberapa sekolah lainnya.
Samsiah mengatakan, untuk program kewirausahaan, dana tahun dialokasikan Rp 44 juta dari dana total Rp 100 juta yang diberikan oleh Direktorat Pembinaan SMA khusus ke SMA Negeri 3 Polewali.
“Setiap kelompok usaha diberikan modal awal satu juta,” jelasnya.
Diharapkan modal tersebut dalam waktu satu semester (6 bulan), sudah bisa dikembalikan dan nantinya akan dijadikan modal bergulir bagi kelas XI dan XII SMAN 3 Polewali.
Ditempat yang sama, Kepala SMAN 3 Polewali Burhanuddin Bohari berharap kegiatan ini bisa mendidik siswanya agar bisa memiliki pemahaman dan keterampilan dalam membina usaha.
“Program ini tidak masuk dalam mata pelajaran, namun terintegrasi kedalam program sekolah dan ekstrskurikuler, ” terangnya.
Sementara, dua peserta yakni Nirmalasari dan Nuraenia dari kelas X MIPA mengaku kesulitan dalam membuat baju adat khas daerah Mandar.
“Tingkat kesulitannaya terletak pada pemasangan ornamen dan penyambungan bahan antara satu sama yang lain,” kata Nirmalasari.
Diakui, untuk sebuah baju adat harus membutuhkan waktu selama seminggu.
Nirmala juga menuturkan, dirinya dituntut kreatif mengelolah lingkungan, sehubungan penetapan sekolahnya sebagai sekolah adiwiyata.
“Sekolah kami kan ikut program adiwiyata, jadi kami harus bisa mengolah limbah bekas untuk menjadi sebuah produk yang bermanfaat,” katanya. (ant/har)