Sebuah Opini

*) Oleh Muhammad Patahangi Wewang

Metrosulbar.com — Mamuju — Bang Ruhut Sitompul, dalam sebuah acara Metro TV , Q&A, menyampaikan kepada Pak Rocky Gerung bahwa menyinggung soal kitab suci adalah hal yang sangat sensi (Sensitiv). Tapi sekarang ini, orang yang tadinya sangat sensi itu tidak sensi lagi.

Maksud kalimat Bang Ruhut itu dapat ditafsirkan kurang lebih sebagai berikut. Pada saat kasus penistaan agama oleh mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama (Ahok), orang yang paling keras melakukan protes adalah kebanyakan dari mereka yang sekarang ini menjadi pendukung Prabowo dalam Pilpres 2019 ini. Kita kenal mereka sebagai mayoritas kaum Muslimin Indonesia, yang secara keras memprotes penistaan agama khususnya Penistaan Al : qur’anul Karim Surah Al Maidah. Tapi kini mereka semua diam saja atau mungkin pura-pura tidak mendengar permasalahan ini, yaitu ketika Rocky Gerung mengeluarkan pernyataan bahwa kitab suci itu fiksi.

Diamnya sebagian besar kaum muslimin pendukung Prabowo ini yang dapat ditafsirkan sebagai reaksi yang menggadaikan aqidah walaupun memang tidak sampai menjualnya. Mereka seolah-olah menerima pernyataan Rocky Gerung, bahwa kitab suci itu fiksi. Sebagian juga memang berdalih bahwa itukan tidak secara spesifik disebut kitab suci dari agama apa. Kendati kita mengetahuinya dengan baik bahwa yang dimaksud adalah kitab suci dari agama-agama samawi, di mana agama islam sendiri termasuk di dalamnya.

Kemudian pada akhirnya kita patut menduga bahwa Rocky Gerung sering memberikan kritik tajam kepada Jokowi dan Pemerintahannya, lalu pendukung Prabowo yang kaum muslimin merasa dalam satu kubu secara totalitas dan tidak bisa membedakan hal-hal yang sangat prinsip ini, yaitu mana soal aqidah dan mana soal politik. Kesan yang mucul adalah terjadi pertukaran dari keduanya dan dari kronologi inilah muncul pemaknaan sebagai menggadaikan aqidah demi satu tujuan politik.Dan inilah maksud dari pernyataan Bang Ruhut bahwa kaum muslimin yang tadinya “sensi” tapi sekarang ini tidak lagi.

Seberapa parahkah sebenarnya pernyataan Rocky Gerung, apakah sekadar suatu ucapan yang tak bermaksa ataukah memang sebuah ungkapan ekspresi dari sebentuk pemahaman yang mendalam, semacam mind set building, yakni apakah memang mewakili suatu isme tertentu? Mari kita mencoba menebaknya.

Pada awalnya adalah pernyataan Calon Presiden Prabowo Subianto, bahwa Indonesia akan bubar pada tahun 2030 yang ditanggapi sinis oleh pendukung Jokowi. Tapi Rocky Gerung memberikan pembelaan bahwa pernyataan itu bersifat fiksi dan sesuatu yang bersifat fiksi itu bisa salah dan bisa benar-benar terjadi. Fiksi itu , lanjutnya, sesuatu yang bisa meledakkan imajinasi dan kitab suci itu sendiri adalah fiksi. Segala sesuatunya akan tetap menjadi fiksi sampai pengetahuan manusia menjadi cukup untuk membuktikannya. Demikian inti dari
pokok-pokok pernyataan Rocky Gerung mengenai fiksi.

Tapi pada kesempatan yang sama pada acara metro tv itu, Bang Ruhut kembali melontarkan pertanyaan mengenai apakah Rocky Gerung percaya adanya Tuhan. Ternyata Dia sedikit keberatan menjawabnya dan memang tidak memberikan jawaban sehingga tidak ada kejelasan jawaban pertanyaan Bang Ruhut itu.

Disamping tidak menjawab pertanyaan mengenai adanya tuhan, juga Rocky ternyata sangat percaya akan pengetahuan manusia, yakni dua hal pokok yang dapat dipakai untuk menebak isme yang bersemayam dalam pendirian Rocky Gerung, tentu saja tetap kita menyadari bahwa dalamnya laut dapat diduga tapi dalamnya hati siapa yang tahu. Dan apakah isme yang paling dekat itu adalah Atheis ?.

Adalah Ludwig Feuerbach sebagai peletak dasar Atheisme dan filsafat materialisme. Dia mengatakan bahwa Tuhan merupakan produk IMAJINASI manusia yang dengannya manusia sebenarnya memproyeksikan kualitas-kualitas yang tersimpan dalam kemanusiaannya di hadapan keterbatasan-keterbatasan yang dialaminya ketika ingin mewujudkan keinginan-keinginannya.

Selanjutnya Karen Armstrong, penulis buku Sejarah Tuhan, memulai halaman-halaman awal bukunya itu dengan mencoba menggambarkan keberadaan Tuhan dengan mengatakan bahwa pada mulanya adalah kerinduan akan sosok yang dapat memberi pertolongan dan perlindungan dari kerasnya perjuangan manusia dalam kehidupannya. Sosok yang selalu didambakan kehadirannya setiap kesulitan dating menimpa mereka. Mereka tidak ingin sosok itu jauh tapi ingin selalu dekat yang setiap saat bisa hadir dalam kehidupannya. Mereka lalu menghadirkan instrument agar dapat melakukan komunikasi berupa benda-benda tertentu dan selanjutnya berupa patung-patung.

Penggambaran Karen Armstrong tentang Tuhan tersebut adalah bersifat kebendaan atau materialistik dan waktu ke waktu melalui proses dialektik, yaitu suatu proses interaktif antara dua hal atau lebih yang melahirkan sesuatu yang baru dalam bahasa filsafatnya adalah pertemuan thesa dengan antithesa dan melahirkan syhthesa. Dikatakan materialistic karena ‘kerinduan’ dalam terminology Armstrong tersebut terbentuk atas kerasnya kehidupan manusia, yang dalam bahasa praktis dapat diterjemahkan sebagai kelaparan, peperangan dam sebagainya. Dalam hal kelaparan misalnya, tak lain adalah peristiwa biologi, kimia atau fisika yang terjadi dalam tubuh manusia di mana sel sel dalam tubuh membutuhkan energi dalam proses reproduksi yang kalau tidak diberi asupan energi dapat menyebabkan kematian. Dalam rangka menghindari kematian ini manusia berjuang mempertahankan hidup berjuang siang dan malam bahkan melakukan perang antar sesama. Ini adalah contoh kecil di mana peristiwa alam yakni peristiwa biologi, kimia dan fisika, dalam tubuh manusia melahirkan peristiwa-peristiwa social.

Terhadap semua interaksi dalam peristiwa alam ini adalah tak lain merupakan interaksi materi. Entah itu bersifat mikro berupa partikel atom ataukah bersifat makro yakni melibatkan seluruh alam semesta dan isinya. Interaksi ini dapat berupa reaksi. Tapi keberadaan ‘Tuhan’ dalam pengertian Armstrong itu adalah lebih bersifat angan-angan atau gagasan atau ide yang merupakan produk otak manusia, satu-satunya hal yang tidak bersifat materi. Dengan demikian hanya ada dua hal yang larut dalam perjalanan waktu, dalam kaitannya dengan sejarah manusia yaitu materi dan idea. Kedua hal ini adalah sebagaimana telah ditulis oleh setidaknya tokoh filsafat, Hegel, Ludwig Feuerbach dan Karl Marx.

Marx-lah yang menyempurnakan gagasan tentang materialism dengan menyatakan bahwa kemajuan sejarah adalah kemajuan atau perkembangan atau pergerakan materi (Materialisme Historis) dan dalam pergerakan atau perjalanannya itu pula mengalami proses dialektika, yang selalu menhasilkan sintesa dari pertentangan tesis dan anti-tesanya. Sebelumnya Hegel berpandangan lain dengan menyatakan bahwa ide atau gagasan lah yang mengalami kemajuan dari waktu ke waktu. Hal ini selanjutnya dibantah oleh Feuerbach dengan meletakkan materi sebagai pengganti dari ide atau gagasan.

Dengan pandangan yang meletakkan materi sebagai inti perjalanan sejarah, maka Feurbachlah yang meletakkan dasar bahwa Tuhan hanya ada dalam angan-angan dan karena itu agama adalah takhayul. Sehingga dapat dikatakan bahwa bagi mereka yang percaya terhadap pandangan materialisme ini secara otomatis tidak mempercayai adanya Tuhan.

Jadi Tuhan dalam tulisan Armstrong adalah sesuatu yang berkembang menurut sejarah sampai mencapai bentuknya yang paling tinggi namun tetap ada hanya dalam angan-angan pemeluknya.

Bila mencoba menebak apakah Rocky Gerung adalah seorang yang berdiri pada isme tertentu yakni atheis dapat dilihat pada kepercayaannya pada pengetahuan manusia, bahwa segala sesuatu akan tetap menjadi misteri selama pengetahuan manusia belum mengungkapkannya. Mistery adalah fiksi yang mempunyai daya ledak terhadap imajinasi.

Dengan mengatakan bahwa kitab suci adalah fiksi memang sudah benar dalam sudut pandang seorang yang berpendirian atheis yang menganggap semua hal bersifat materialistisc atau kebendaan dan kelak kemudian ilmu pengetahuan akan membuktikan semua kalau semuanya adalah peristiwa alam atau fenomena.

Dan memang mungkin Rocky patut diduga sebagai penganut atheis karena tidak bisa menjawab pertanyaan Bang Ruhut tadi mengenai apakah Dia percaya adanya tuhan. Tentu saja Rocky tidak akan mengakui dirinya atheis karena bisa saja hal tersebut dianggap melanggar Pancasila yang penuh mengakui adanya Tuhan. Demikian perbincangan dengan Reporter di rumahnya Kamis Sore, (28/02/2019).

(Editor :fri Herlina.SE)

*) Dosen Universitas Tomakaka Mamuju Sulbar dan Alumni Fak. Teknik Unhas Makassa

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini